Kelola Keuangan menurut Alkitab: Setia dan Cukup

Bagian kita dalam mengelola keuangan sangatlah penting. Dari sini kita bisa belajar tentang tanggung jawab dan prioritas.

Tuhan sudah lebih dahulu melakukan bagianNya sebagai pemilik (owner), pengendali (controller), dan penyedia (provider). Setelah memahami bagian Tuhan, maka memahami bagian kita dalam mengelola keuangan keluarga adalah sama pentingnya.

Seperti dua sisi mata uang, peran Tuhan dan peran kita berkesinambungan menjadi satu nilai yang penuh kuasa dan aplikatif dalam kehidupan kita berkeluarga.

Berikut adalah peran kita dalam mengelola apa yang sudah Tuhan percayakan:

  1. Menjadi Hamba yang Dipercaya (steward)

Saat kita mengerti bahwa Tuhan adalah pemilik segalanya, maka kita juga secara otomatis menjadi hamba yang dipercaya untuk mengatur segala sesuatu (steward).

Seperti Yusuf sebagai ‘orang kepercayaan’, kita tidak akan sembarangan mengelola apa yang sudah dipercayakan oleh Tuhan.

Di satu pihak, beban yang untuk ‘memiliki’ juga telah Tuhan angkat, karenanya kita tidak takut kehilangan. Kita hanya perlu menjalankan dan mengelola apa yang dipercayakan dengan setia dan bertanggung jawab.

(5) apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (6) Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat (7) Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya. (Maz 8:5-7)

2. Setia dalam segala hal (faithful)

Sebagai hamba yang dipercaya, kita harus setia dengan apapun yang kita miliki. Kita harus terbukti di hadapan Tuhan dan di hadapan keluarga bahwa kita dapat dipercaya dan setia.

Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. (1 Kor 4:2)

Bukan soal banyak atau sedikit jumlahnya, semua yang sudah dipercayakan kepada kita, kita harus mengelolanya dengan baik.

Seperti perumpaan tentang talenta.


(14) “Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. (15) Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. (21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara (Mat 25:14-15, 21)

Kedua hamba yang menerima dua talenta dan lima talnta menerima pujian dan penghargaan yang sama karena mereka telah mengusahaan dengan setia dan bertanggung jawab.

Yang menjadi tolok ukur Tuhan dalam mengelola milik kita bukanlah jumlahnya, melainkan kesetiaan dan tanggung jawab.

Hamba yang diberikan satu talenta tidak melakukan apapun. Oleh karena itulah dia juga tidak menerima apapun, bahkan apa yang dia punya diambil daripadanya.

3. Mencukupkan diri dalam segala hal (be content)

(11) Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. (12) Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. (Filipi 4:11-12)

Ternyata untuk mencukupkan diri (be content), kita harus belajar. Bahkan Rasul Paulus pun sangat mengerti hal ini karena dia sudah melewati berbagai macam keadaan, baik susah maupun senang.

Tetapi rahasia terbesar untuk kita dapat bertahan dan ‘menanggung segala perkara’ adalah kita belajar mencukupkan diri, dan bergantung kepada Yesus yang memberi kekuatan.

Pertanyaan renungan:

  • Apakah dari peran kita di atas ada yang sudah kita kerjakan?
  • Seberapa jauh kita telah belajar dan aplikasikan kesetiaan dan mencukupkan diri?

Materi ini digunakan untuk Komsel (Life) Gereja Kristen Sangkakala Indonesia jemaat Betlehem. Tuhan Yesus memberkati.